Wednesday, November 30, 2011

Adab-Adab Sebagai Seorang Muslim

1. Berusaha tidak bersendawa, menghindari makanan yang menyebabkan sendawa atau makanan yang membanyakkannya. Dan jika tidak dapat dihindari, bersendawalah dengan suara yang ringan, kemudian bacalah istighfar sesudah sendawa.Daripada Abu Juhaifah katanya,”Aku memakan kepingan roti dan daging kemudian aku mendatangi nabi lalu aku sendawa. Beliau bersabda, pendekkan sendawamu kerana sesungguhnya orang yang paling lapar pada Hari kiamat kelak ialah orang yang paling kenyang di dunia.”
 
2. Memotong kuku tangan dan kaki sekali setiap minggu. Janganlah memanjangkannya walaupun sebahagian darinya kerana dikuatiri tersimpan najis dan perbuatan demikian menyerupai haiwan yang buruk.
 
3. Memotong rambut setiap kali ia panjang, menjaga kebersihannya dan menyisirnya selalu, yakni jangan pula sampai berlebih-lebihan (tidak membiarkannya dan tidak pula menumpukan perhatian kepadanya)
 
4. Mengutamakan bahagian kanan, yakni mendahulukan kanan dalam semua perkara yang mulia, seperti ketika mandi, berwuduk, menghormat, berjabat tangan. memakai pakaian atau kasut, memotong kuku, mengambil dan menerima pemberian, makan dan minum. Mengutamakan bahagian kiri yakni perkara yang tidak mulia, seperti membuang ingus, meludah, menanggalkan pakaian dan kasut beristinjak, dan menyentuh aurat. Daripada Aisyah katanya, Rasulullah s.a.w menggunakan tangan kanan untuk bersuci dan makan, sedangkan tangan kiri untuk bersuci dan yang kotor-kotor.
 
5. Jangan menghadap kiblat ketika meludah , membuang ingus dan kahak, tapi hendaklah ke arah kiri dan pada saputangan yang khusus supaya tidak mengganggu orang lain.
 
6. Mengalihkan wajah ketika bersin dari muka manusia, dan dari makanan dan minuman agar percikan ingus tidak mengenai orang lain, dan meletakkan saputangan atau tangan ke mulut, memperlahankan suaranya sedapat mungkin. Daripada Abi Hurairah katanya, Apabila Rasulullah s.a.w bersin, beliau meletakkan tangannya di mulutnya dan dengannya suaranya menjadi tidak kuat.
 
7. Memuji Allah sesudah bersin. Orang yang bersin dan memuji Allah hendaklah dijawab dengan (yarhamukallah) dan orang yang bersin pula menjawabnya dengan doa yang berikut (yahdikumullahu wa yushlihu balakum)
 
8. Meletakkan tangan di mulut ketika menguap untuk menutup pandangan yang tidak layak ketika mulut terbuka, juga untuk menghalang sesuatu masuk ke dalam mulut. Juga disuruh mengurangkan suaranya, dan jika dapat, jangan sampai mengeluarkan suara. Selepas menguap hendaklah beristighfar kepada Allah kerana menguap adalah bukti kemalasan. Oleh itu Allah tidak menyukainya dan menyatakan bahawa ia disebabkan syaitan. Dari Abu Hurairah bahawa nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah suka akan bersin dan benci akan menguap. Jika salah seorang kamu bersin dan memuji Allah hendaklah orang Islam yang mendengarnya mengucapkan ”Yarhamukallah”. Adapun menguap adalah dari syaitan, jadi jika salah seorang dari kamu menguap maka hendaklah ia mengembalikannya sedapat mungkin kerana apabila kamu menguap, syaitan ketawa melihatnya.”
 
9. Menjaga kebersihan secara menyeluruh dengan cara mandi dan menyucikan diri.
 
10. Mengingat Allah dan bersyukur kepadaNya ketika berkaca (melihat wajah di cermin) kemudian berdoa dengan doa yang warid dari nabi : ”Segala puji bagi Allah, sebagaimana engkau elokkan kejadian aku maka elokkanlah akhlakku.”
 
11. Menggunakan telefon bila perlu sahaja, bukan untuk bermain-main, bergurau atau untuk mengejutkan orang lain, dan bertelefonlah pada waktu-waktu yang sesuai, awali percakapan dengan salam, mengenalkan diri, kemudian menyebut maksud.
 
12. Membiasakan diri dengan amal yang salih , seperti beribadah, bersedekah, sembahyang unat, menghampirkan diri kepada Allah, berzikir dan membaca Al-Quran. Jangan meninggalkan demikian kerana malas, enggan atau kesibukan dunia. Daripada Aisyah katanya, amalan yang disukai Rasulullah ialah amalan yang terus menerus dilakukan seseorang.
 
13. Meninggalkan berlebihan dalam segala suatu , tidak melakukan suatu yang tidak berguna, selalu memperbaiki diri dan berusaha memperbaikinya. Daripada Abu Hurairah katanya, Rasulullah bersabda ”Sebahagian tanda kebagusan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak dimaksudnya.
 
14. Memberi nasihat kepada orang yang mengenali kebaikan , yakni dengan nasihat yang baik bagi orang itu samaada pada agamanya atau dunianya.
 
15. Menerima nasihat orang lain , mahu mengakui kebenaran dan kembali semula kepadanya, juga mengakui kesalahan diri sendiri jika memang benar sudah salah, dan jangan berterusan padanya, kerana kebenaran itu ialah barang orang mukmin yang hilang, yang terus dicarinya dan akan berterima kasih kepada orang yang menyerahkannya kepadanya serta memuji setiap orang yang sudi memberi nasihat.
 
16. Membiasakan hidup sederhana , mensyukuri yang sedikit, dan meninggalkan hidup bermewah-mewah dan bersenang-senang di dunia kerana sifat itu menjauhkan diri dari takbur dan ujub serta selamat dari sifat sombong, memuji-muji diri dan angkuh. Dari Aisyah katanya,”Tikar Rasulullah s.a.w diperbuat dari kulit yang disamak setelah dipenuhi dengan sabut.” 18. Ikhlas kerana Allah dalam semua pekerjaan , menjadikan matlamat utama dari kehidupan sebagai syiar orang mukmin yang diletakkannya di hadapan dan terus menerus mengulang-ulang sebutan ”Oh Tuhanku, Engkaulah tujuanku, dan Redamulah yang ku cari”.

Friday, November 18, 2011

Hukum Shalat Berjamaah 5 Waktu

Di kalangan ulama memang berkembang banyak pendapat tentang hukum shalat berjamaah. Ada yang mengatakan fardhu `ain, sehingga orang yang tidak ikut shalat berjamaah berdosa. Ada yang mengatakan fardhu kifayah sehingga bila sudah ada shalat jamaah, gugurlah kewajiban orang lain untuk harus shalat berjamaah. Ada yang mengatakan bahwa shalat jamaah hukumnya fardhu kifayah. Dan ada juga yang mengatakan hukumnya sunnah muakkadah. Tentu masing-masing pendapat itu ada benarnya, sebab mereka telah berijtihad dengan memenuhi kaidah istimbath hukum yang benar. Kalau pun hasilnya berbeda-beda, tentu karena hal ini adalah ijtihad. Sebab tidak ada lafadz yang secara eksplisit di dalam Al-Quran atau hadits yang menyebutkan bahwa shalat berjamaah itu hukumnya begini dan begini. Yang ada hanya sekian banyak dalil yang masih mungkin menerima ragam kesimpulan yang berbeda. Dan sebenarnya hal seperti ini sangat lumrah di dunia fiqih, kita pun tidak perlu terlalu risau bila ada pendapat dari ulama yang ternyata tidak sejalan dengan apa yang kita pahami selama ini. Atau berbeda dengan apa yang diajarkan oleh guru kita selama ini. Dan berikut kami uraikan masing-masing pendapat yang ada beserta dalil masing-masing, semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita dalam ilmu syariah.

 1. Pendapat Kedua: Fardhu Kifayah Yang mengatakan hal ini adalah Al-Imam Asy-Syafi`i dan Abu Hanifah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Habirah dalam kitab Al-Ifshah jilid 1 halaman 142. Demikian juga dengan jumhur ulama baik yang lampau maupun yang berikutnya . Termasuk juga pendapat kebanyakan ulama dari kalangan mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah. Dikatakan sebagai fardhu kifayah maksudnya adalah bila sudah ada yang menjalankannya, maka gugurlah kewajiban yang lain untuk melakukannya. Sebaliknya, bila tidak ada satu pun yang menjalankan shalat jamaah, maka berdosalah semua orang yang ada di situ. Hal itu karena shalat jamaah itu adalah bagian dari syiar agama Islam. Di dalam kitab Raudhatut-Thalibin karya Imam An-Nawawi disebutkan bahwa: Shalat jamaah itu itu hukumnya fardhu `ain untuk shalat Jumat. Sedangkan untuk shalat fardhu lainnya, ada beberapa pendapat. Yang paling shahih hukumnya adalah fardhu kifayah, tapi juga ada yang mengatakan hukumnya sunnah dan yang lain lagi mengatakan hukumnya fardhu `ain. Adapun dalil mereka ketika berpendapat seperti di atas adalah: Dari Abi Darda` ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, Tidaklah 3 orang yang tinggal di suatu kampung atau pelosok tapi tidak melakukan shalat jamaah, kecuali syetan telah menguasai mereka. Hendaklah kalian berjamaah, sebab srigala itu memakan domba yang lepas dari kawanannya. Dari Malik bin Al-Huwairits bahwa Rasulullah SAW, Kembalilah kalian kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka shalat dan perintahkan mereka melakukannya. Bila waktu shalat tiba, maka hendaklah salah seorang kalian melantunkan azan dan yang paling tua menjadi imam. . Dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, Shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat. Al-Khatthabi dalam kitab Ma`alimus-Sunan jilid 1 halaman 160 berkata bahwa kebanyakan ulama As-Syafi`i mengatakan bahwa shalat berjamaah itu hukumnya fardhu kifayah bukan fardhu `ain dengan berdasarkan hadits ini.

2. Pendapat Pertama: Fardhu `Ain Yang berpendapat demikian adalah Atho` bin Abi Rabah, Al-Auza`i, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, umumnya ulama Al-Hanafiyah dan mazhab Hanabilah. Atho` berkata bahwa kewajiban yang harus dilakukan dan tidak halal selain itu, yaitu ketika seseorang mendengar azan, haruslah dia mendatanginya untuk shalat.
Dalilnya adalah hadits berikut: Dari Aisyah ra berkata, Siapa yang mendengar azan tapi tidak menjawabnya , maka dia tidak menginginkan kebaikan dan kebaikan tidak menginginkannya. Dengan demikian bila seorang muslim meninggalkan shalat jamaah tanpa uzur, dia berdoa namun shalatnya tetap syah. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api. .

3. Pendapat Ketiga: Sunnah Muakkadah Pendapat ini didukung oleh mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah sebagaimana disebutkan oleh imam As-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar jilid 3 halaman 146. Beliau berkata bahwa pendapat yang paling tengah dalam masalah hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya fardhu `ain, fardhu kifayah atau syarat syahnya shalat, tentu tidak bisa diterima. Al-Karkhi dari ulama Al-Hanafiyah berkata bahwa shalat berjamaah itu hukumnya sunnah, namun tidak disunnahkan untuk tidak mengikutinya kecuali karena uzur. Dalam hal ini pengertian kalangan mazhab Al-Hanafiyah tentang sunnah muakkadah sama dengan wajib bagi orang lain. Artinya, sunnah muakkadah itu sama dengan wajib. . Khalil, seorang ulama dari kalangan mazhab Al-Malikiyah dalam kitabnya Al-Mukhtashar mengatakan bahwa shalat fardhu berjamaah selain shalat Jumat hukumnya sunnah muakkadah. Lihat Jawahirul Iklil jilid 1 halama 76. Ibnul Juzzi berkata bahwa shalat fardhu yang dilakukan secara berjamaah itu hukumnya fardhu sunnah muakkadah. . Ad-Dardir dalam kitab Asy-Syarhu As-Shaghir jilid 1 halaman 244 berkata bahwa shalat fardhu dengan berjamaah dengan imam dan selain Jumat, hukumnya sunnah muakkadah. Dalil yang mereka gunakan untuk pendapat mereka antara lain adalah dalil-dalil berikut ini: Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, Shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat. Ash-Shan`ani dalam kitabnya Subulus-Salam jilid 2 halaman 40 menyebutkan setelah menyebutkan hadits di atas bahwa hadits ini adalah dalil bahwa shalat fardhu berjamaah itu hukumnya tidak wajib. Selain itu mereka juga menggunakan hadits berikut ini: Dari Abi Musa ra berkata bahwa Rasulullah SAw bersabda, Sesungguhnya orang yang mendapatkan ganjaran paling besar adalah orang yang paling jauh berjalannya. Orang yang menunggu shalat jamaah bersama imam lebih besar pahalanya dari orang yang shalat sendirian kemudian tidur.

 4. Pendapat Keempat: Syarat Syahnya Shalat Pendapat keempat adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum syarat fardhu berjamaah adalah syarat syahnya shalat. Sehingga bagi mereka, shalat fardhu itu tidak syah kalau tidak dikerjakan dengan berjamaah. Yang berpendapat seperti ini antara lain adalah Ibnu Taymiyah dalam salah satu pendapatnya . Demikian juga dengan Ibnul Qayyim, murid beliau. Juga Ibnu Aqil dan Ibnu Abi Musa serta mazhab Zhahiriyah . Termasuk di antaranya adalah para ahli hadits, Abul Hasan At-Tamimi, Abu Al-Barakat dari kalangan Al-Hanabilah serta Ibnu Khuzaemah. Dalil yang mereka gunakan adalah: Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAw bersaba, Siapa yang mendengar azan tapi tidak mendatanginya, maka tidak ada lagi shalat untuknya, kecuali karena ada uzur. Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya shalat yang paling berat buat orang munafik adalah shalat Isya dan Shubuh. Seandainya mereka tahu apa yang akan mereka dapat dari kedua shalat itu, pastilah mereka akan mendatanginya meski dengan merangkak. Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api. . Dari Abi Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang buta dan berkata, Ya Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku ke masjid. Rasulullah SAW berkata untuk memberikan keringanan untuknya. Ketika sudah berlalu, Rasulullah SAW memanggilnya dan bertanya, Apakah kamu dengar azan shalat? Ya, jawabnya. Datangilah, kata Rasulullah SAW.

Tuesday, November 8, 2011

IBADAH KORBAN DAN KELEBIHAN.

Apakah yang dimaksudkan dengan ibadah qurban?

Makna qurban atau disebut al-udhiyyah ialah binatang yang disembelih pada waktu Dhuha. Manakala penegertian dari segi hukum syara’ ialah binatang ternakan seperti kambing,lembu atau kerbau yang disembelih pada Hari Raya Adha atau pada hari-hari Tasyrik ( 11,12 dan 13 Zulhijjah ) dengan niat untuk menghampirkan diri kepada Al’Lah s.w.t.

Sekiranya kalau kita meneliti maksud qurban yang sebenar yang dikehendaki oleh Islam iaitu “Mendekatkan diri kepada Al’Lah s.w.t”, maka seharusnya kita insaf bahawa ianya suatu tuntutan untuk diri kita sendiri. Ianya merupakan suatu ukuran ketaqwaan terhadap hamba-hambaNya. Tidak boleh sesekali kita berqurban kerana atau untuk seseorang, atau sesuatu yang selain daripada Al’Lah s.w.t, sebagaimana kita tidak dibenarkan mengerjakan solat untuk seseorang.

Al’Lah berfirman :
‘Maka bersolatlah kamu untuk Tuhanmu dan bersembelihlah (berqurban untuk Tuhanmu)’(Al-Kausar : 2 )



Jelas di sini, Al’Lah s.w.t meletakkan ibadah qurban itu bersebelahan dengan perintah solat, agar difahamai dalam makna yang betul.
Jadi, tanggapan pada hari ini bahawa qurban itu bertujuan untuk memberi makanan pada orang msiskin, satu konsep yang silap. Konsep ini menyebabkan hilangnya kesuburan dalam melaksanakan ibadat qurban khususnya dalam suasana masyarakat yang mewah kerana keperluan manusia untuk menerima daging qurban itu bukan sesuatu yang terdesak. Insya Allah, Hal ini akan lebih difahami apabila kita melihat fadhilat berqurban. dan kita dapat melihat betapa pentingnya ibadah ini perlu dilaksanakan. Ianya lebih diperlukan kepada sipelaksana daripada sipenerima.


Bagaimana dan bilakah hendak melaksanakannya?

Pelaksanaan ibadah qurban boleh di lakukan dengan menyembelih sendiri haiwan ternakan atau mewakilkannya kepada pihak lain. Waktu bagi melakukan ibadah ini hanya pada hari yang di khususkan oleh syara’ iaitu pada mana-mana diantara 10, 11, 12, dan 13 Zulhijjah setiap tahun.

Apakah hukum melaksanakan ibadah qurban?

Hukum melaksanakan ibadah qurban adalah sunat muakkad. Ini bermakan ia adalah ibadah sunat yang sangat-sangat di tuntut oleh Islam keatas umatnya untuk di lakukan jika berkemampuan.

Apakah kelebihan melaksanakan ibadah qurban?

Antara fadilat dan kelebihan berqurban itu ialah:

1. Keampunan.-Titisan darah qurban yang pertama adalah merupakan pengampunan bagi dosa-dosa yang telah lalu iaitu sebagai penebus dosa yang telah dilakukan. ‘Imran bin Hushain radhiallahu ‘anhushallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Sayyidatuna Fatimah radhiallahu ‘anha: meriwayatkan bahawa Rasulullah
Maksudnya: “Wahai Fatimah! Pergilah ke tempat (penyembelihan) qurbanmu dan saksikanlah ia, sesungguhnya titisan darahnya yang pertama itu adalah merupakan pengampunan bagimu di atas dosa-dosamu yang telah lalu.”
(Hadis riwayat al-Hakim)

2. Kebajikan (hasanah) yang dikurniakan kepada orang yang berqurban adalah sebanyak bulu binatang yang diqurbankan. Zaid bin Arqam radhiallahu ‘anhu meriwayatkan:
Maksudnya: “Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Wahai Rasulullah! Apakah yang ada pada qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Ia adalah sunnah bapa kamu Ibrahim” Mereka berkata: “Apa yang akan kami perolehi darinya wahai Rasulullah?”Rasulullah menjawab: “Bagi setiap helai rambut satu kebajikan” Mereka berkata: “Bagaimana pula dengan bulu wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Bagi setiap helai bulu satu kebajikan.”
(Hadis riwayat Ibnu Majah)


Pengertian kebajikan (hasanah) mempunyai maksud yang berbeza-beza di kalangan para ulama ahli tafsir. Hasanah adalah satu perkataan yang mempunyai maksud yang subjektif. Banyak penjelasan daripada mereka tentang tafsiran kalimah ‘hasanah’. Antaranya:

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Kebajikan atau kebaikan (hasanah) di dunia itu meliputi semua yang bersifat keduniaan seperti sihat, selamat, tempat tinggal yang luas, isteri yang baik, rezeki yang banyak dan sebagainya. Manakala hasanah di akhirat pula, yang paling tinggi ialah masuk syurga dan selanjutnya semua kebahagiaan yang menjadi pelengkap kehidupan dalam syurga itu.”
Menurut al-Qadhi al-‘Iyadh rahimahullah, maksud hasanah itu ialah ni‘mat iaitu sama ada ni‘mat dari segi limpahan kurnia di dunia atau limpahan kurnia di akhirat atau ni‘mat terpelihara dari siksaan.
Manakala menurut Imam al-Qurthubi rahimahullah, maksud hasanah ialah iman. Sebagai contoh, barangsiapa yang mengucapkan syahadah, maka baginya setiap amalan kebaikan yang dilakukannya di dunia ini akan digandakan dengan sepuluh ganda dari segi pahalanya. Abu Dzarr radhiallahu ‘anhushallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: meriwayatkan bahawa Rasulullah
Maksudnya: “Allah ‘azz wa jall berfirman: “Sesiapa yang datang (melakukan) satu kebajikan, maka baginya sepuluh ganda pahala sepertinya dan Aku (Allah) akan menambahnya lagi.”
(Hadis riwayat Muslim)

3. Darah qurban yang tumpah ke bumi akan mengambil tempat yang mulia di sisi Allah subhanahu wa ta‘ala. ‘A’isyah radhiallahu ‘anha meriwayatkan bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Maksudnya: “Tidak ada amalan yang dilakukan oleh anak Adam pada Hari Raya Qurban yang lebih disukai Allah melainkan menumpahkan darah (menyembelih binatang qurban). Sesungguhnya binatang qurban itu akan datang pada Hari Kiamat bersama tanduk, kuku dan bulunya dan Allah memberi pahala ibadah qurban itu sebelum darah binatang qurban itu jatuh ke bumi. Oleh itu, elokkanlah qurban kamu.”
(Hadis riwayat at-Tirmidzi)

Dalam kesemua fadilat yang telah sebutkan, tak ada cerita nak bagi orang makan. Semuanya dapat pada pelaksana. Oleh yang demikian, peluang melakukan ibadat qurban yang hanya datang beberapa hari dalam setahun di bulan Zulhijjah tidak wajar diabaikan dan dilepaskan peluang yang tidak ternilai itu begitu saja. Walaupun berqurban itu hukumnya hanyalah sunat sahaja iaitu sesiapa yang melakukannya mendapat pahala dan sesiapa yang meninggalkannya tidak berdosa, namun demikian kita hendaklah melihat perkara sunat itu dari perspektif yang berbeza bahawa sesiapa yang meninggalkannya “Alangkah ruginya!”. Lebih-lebih lagi kepada mereka yang berkemampuan yang mana menurut Imam asy-Syafi‘e: Tidak ada kelonggaran untuk meninggalkan (ibadat qurban) bagi orang yang mempunyai kemampuan. Jika ditinggalkan juga, maka hukumnya adalah makruh.

Apakah binatang-binatang ternakan yang dibenarkan untuk pelaksanaan ibadah qurban dan aqiqah?

Binatang-binatang ternakan yang di benarkan untuk pelaksaan qurban dan aqiqah ialah seperti unta, lembu, kambing, kerbau, kibas dan yang seumpama dengannya.
Berapa bilangan (ekor/bahagian) haiwan ibadah qurban yang di galakkan?
Bagi setiap seekor lembu, unta atau kerbau itu boleh dibahagi kepada 7 bahagian. Bahgian paling sedikit yang harus dalakukan oleh seseorang itu adalah satu bahagian dan tiada batasan untuk bilangan paling banyak. Seseorang muslim itu boleh melaksanakan ibadah qurban ini sebanyak mungkin mengikut kemampuannya. Adapun bagi kambing pula, bagi seekor kambing tidak boleh dibahagi mengikut bahagian seperti lembu. Maka bagi setiap kambing itu adalah untuk seorang muslim sahaja.

Sumber diperoleh dari www.ezqurban.org



SEMUGA KORBAN KITA DITERIMA OLEH ALLAH SWT.

AMIN...

Thursday, November 3, 2011

10 Sifat Individu Muslim




Muslim yang ingin mempersiapkan diri dalam perjuangan Islam perlu memperbaiki dirinya agar sentiasa terkehadapan daripada manusia lain.

Risalah Islam yang syumul ini hendaklah difahami dengan membentuk diri yang syumul juga. Maka hendaklah diteliti di sini tentang aspek-aspek seorang da’ie Muslim dalam rangkanya untuk menjadi seorang Muslim yang sempurna.


Sifat-sifat yang perlu ada pada diri ialah:

1) Kuat tubuh badan (Qawiyyal Jism)

Dakwah adalah berat pada tanggungjawab dan tugasnya, maka di sini perlunya seorang da’ie itu tubuh badan yang sihat dan kuat. Rasulullah saw menitikberatkan soal ini, sabdanya:
“Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dikasihi Allah dari mukmin yang lemah, tetapi pada keduanya ada kebaikan.”

Kita juga hendaklah sentiasa memeriksa kesihatan diri, mengamalkan riadah dan tidak memakan atau minum suatu yang boleh dan diketahui merosakkan badan.


2) Akhlak yang mantap (Matinul Khuluq)

Akhlak kita ialah Al-Quran dan ianya terserlah pada diri Nabi saw. Telah dijelaskan beberapa unsur oleh Imam Al-Banna dalam kewajipan seorang da’ie iaitu bersifat sensitif, tawadhu’, benar dalam perkataan dan perbuatannya, tegas, menunaikan janji, berani, serius, menjauhi teman buruk dan lain-lain.


3) Fikiran yang berpengetahuan (Mutsaqqafal Fikri)

Seorang da’ie perlu berpengetahuan tentang Islam dan maklumat am supaya mampu menceritakan kepada orang lain perihalnya di samping perlu bersumberkan kepada Al-Quran dan Hadis serta ulama’ yang thiqah.

Pesan Imam Banna:
“Perlu boleh membaca dengan baik, mempunyai perpustakaan sendiri dan cuba menjadi pakar dalam bidang yang diceburi.”

Selain itu, seorang da’ie perlu mampu membaca Al-Quran dengan baik, tadabbur, sentiasa mempelajari sirah, kisah salaf dan kaedah serta rahsia hukum yang penting.



4) Mampu berusaha (Qadiran ala Kasbi)

Seorang da’ie walaupun kaya, perlu bekerja. Dia juga tidak boleh terlalu mengejar jawatan dalam kerajaan. Dalam keadaan tertentu, meletakkan jawatan dan meninggalkan tempat kerja mengikut keperluan dakwah lebih utama dari gaji dan pendapatan yang diterima. Selain itu, dia hendaklah sentiasa melakukan setiap kerja dengan betul dan sebaiknya (ihsan). Dalam soal kewangan, menjauhi riba dalam semua lapangan, menyimpan untuk waktu kesempitan, menjauhi segala bentuk kemewahan apatah lagi pembaziran dan memastikan setiap sen yang dibelanja tidak jatuh ke tangan bukan Islam adalah beberapa perkara penting yang perlu dititikberatkan dalam kehidupan.


5) Akidah yang sejahtera (Salimul Aqidah)

Seorang da’ie semestinya redha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir. Sentiasalah muraqabah kepada Allah dan mengingati akhirat, memperbanyakkan nawafil dan zikir. Di samping itu, jangan dilupakan tugas menjaga kebersihan hati, bertaubat, istighfar, menjauhi dosa dan syubhat.


6) Ibadah yang betul (Sahihul Ibadah)

Seorang da’ie perlu melakukan ibadat yang meninggikan roh dan jiwanya, perlu belajar untuk membetulkan amalannya dan mengetahui halal dan haram dan tidak melampau atau berkurang (pertengahan) atau dengan kata lainnya bersederhana dalam setiap urusan dalam kehidupannya.


7) Mampu melawan nafsu (Mujahadah ala Nafsi)

Seorang da’ie perlu mempunyai azam yang kuat untuk melawan kehendak nafsunya dan mengikut kehendak Islam di samping tidak menghiraukan apa orang lain kata dalam mempraktikkan Islam yang sebenarnya. Perlulah diingatkan bahawa dai’e mungkin melalui suasana sukar yang tidak akan dapat dihadapi oleh orang yang tidak biasa dengan kesusahan.


Menjaga waktu (Haarithun ala Waqtihi)

Sentiasa beringat bahawa waktu, nilainya lebih mahal dari emas, waktu adalah kehidupan yang tidak akan kembali semula. Mengimbau kembali sejarah di zaman dahulu, para sahabat sentiasa berdoa agar diberkati waktu yang ada pada mereka.


9) Tersusun dalam urusan (Munazzamun fi syu’unihi)

Untuk manfaatkan waktu dengan baik, maka timbulnya keperluan kepada penyusunan dalam segala urusan. Gunakanlah segala masa dan tenaga tersusun untuk manfaat Islam dan dakwah.


10) Berguna untuk orang lain. (Nafi’un li ghairihi)

Da’ie umpama lilin yang membakar diri untuk menyuluh jalan orang lain. Da’ie adalah penggerak kepada dakwah dan Islam. Masa depan Islam, hidup dan terkuburnya Islam bergantung kepada da’ie. Amal Islam seorang da’ie ialah untuk menyelamatkan orang lain daripada kesesatan. Da’ie akan sentiasa merasa gembira bila dapat membantu orang lain. Paling indah dalam hidupnya ialah bila dapat mengajak seorang manusia ke jalan Allah.